Banjarmasin, Peoplenews. Id — Polemik distribusi Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SMA Negeri 6 Banjarmasin memasuki babak baru setelah pihak sekolah memutuskan menarik kembali data siswa dan beralih ke dapur penyedia lain. Langkah ini diambil setelah proses komunikasi yang berlarut-larut sejak Juli hingga Oktober 2025 tak kunjung menghasilkan distribusi MBG, meski sekolah telah memenuhi seluruh permintaan data berulang kali.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 6, Herawati, menjadi salah satu pihak yang paling aktif mengawal program tersebut. Ia membeberkan secara rinci bagaimana proses sejak awal berjalan tidak sesuai harapan.
Program MBG pertama kali menyentuh SMA Negeri 6 pada Juli 2025. Saat itu pihak MBG wilayah Banjarmasin Barat—melalui perwakilan yang disebut berasal dari dapur pengolahan—meminta data lengkap seluruh siswa.
“Kami diminta memberikan data siswa lengkap, ada nama, NISN, jumlah total 720 orang. Data itu sudah kami serahkan sejak Juli,” ujar Herawati.
Namun, permintaan data tidak berhenti di situ. Pada Agustus–September, pihak MBG kembali datang dan meminta data yang sama. Sekolah pun menuruti.
“Total kami memberikan data itu tiga kali: Juli, September, dan Oktober. Semua lengkap,” tegasnya.
Meski data sudah diserahkan berkali-kali, distribusi tidak pernah terealisasi. Pihak sekolah justru menerima jawaban yang berubah-ubah, mulai dari alasan dapur belum rampung, revisi jadwal, hingga janji distribusi yang mundur dari 3 September, bergeser ke 20 September, lalu Oktober, dan tak pernah terwujud.
Herawati menyebut bahwa komunikasi dengan perwakilan dapur MBG Banjarmasin Barat semakin sulit memasuki bulan September. Tiga perwakilan, Leo, Candra, dan Zen—tidak dapat ditemui, tidak merespons telepon, maupun membalas pesan WhatsApp.
“Telepon tidak diangkat. WA hanya dibaca atau bahkan tidak dibalas sama sekali. Kami berusaha intens menghubungi, tapi hasilnya nihil,” ujarnya.
Padahal, menurut Herawati, dapur tersebut juga menyuplai beberapa sekolah lain di wilayah yang sama. Hal ini membuat pihak SMA 6 mempertanyakan alasan keterlambatan yang hanya terjadi pada sekolah mereka.
“Kami bicara dengan sekolah yang menggunakan dapur yang sama. SMP 5 dan SMA 4 sudah dapat distribusi, sementara kami tidak. Ketika ditanya, jawabannya selalu berubah-ubah,” katanya.
Pihak MBG sempat berjanji bahwa distribusi baru akan dilakukan setelah dapur diresmikan pada Oktober 2025.
Setelah peresmian, kepala SPPG dan perwakilan dapur sempat datang ke SMA 6. Namun hingga akhir Oktober, tidak ada satu pun paket MBG yang didistribusikan.
“Kami tidak diam. Kami terus menghubungi. Tapi selalu digeser ke tanggal lain,” tegas Herawati.
Pada Jumat sore (14 November), setelah kehilangan komunikasi dan tidak memperoleh kepastian, pihak sekolah memutuskan mempublikasikan kronologi permasalahan di media sosial Instagram resmi sekolah.
Unggahan itu sontak menyedot perhatian publik. Sekitar pukul 17.00 WITA, setelah unggahan viral, barulah kepala SPPG menelpon pihak SMA 6.
“Setelah ramai barulah mereka menghubungi kami. Sebelumnya tidak pernah ada jawaban memuaskan,” jelas Herawati.
Dalam komunikasi setelah unggahan viral tersebut, pihak SPPG menyatakan bahwa keterlambatan disebabkan adanya aturan baru mengenai kapasitas suplai bertahap, yang diklaim mulai berlaku 10 November 2025.
“Jika aturannya baru berlaku 10 November, kenapa dari tanggal 3–10 November kami sudah menghubungi dan tidak pernah diberi tahu? Kenapa sekolah lain dengan dapur yang sama justru sudah menerima MBG sebelum aturan itu berlaku?” katanya.
Ia juga menyoroti bahwa alasan tersebut baru disampaikan setelah unggahan viral, bukan sebelumnya.
Pada Sabtu malam, tepat setelah berita naik di media lokal, pihak SPPG kembali meminta data siswa untuk rencana distribusi pada Senin, 17 November.
“Kami bukan menolak MBG. Kami menolak memberikan data untuk keempat kalinya, terlebih setelah proses komunikasi seperti ini. Kami sudah menjalani prosedur dengan benar, tapi tidak pernah dapat kepastian,” tegas Herawati.
Pada Jumat malam (14 November), pihak sekolah memutuskan menarik kembali data siswa yang ada di dapur MBG tersebut dan memilih mencari dapur alternatif.
“Kami menarik data bukan karena menolak program MBG. Kami menolak proses yang tidak profesional. Ada data sekolah kami di sana, dan ada konsekuensi. Jadi kami tarik,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa SMA 6 tetap siap mengikuti program MBG apabila jalurnya jelas dan komunikasinya profesional.
Dalam pernyataannya, Herawati meminta kejelasan mengenai siapa sebenarnya pihak yang harus bertanggung jawab ketika terjadi permasalahan seperti ini.
“Ini program nasional, program besar. Kalau seperti ini terjadi, kami harus mengadu ke mana? Apakah dapur? Apakah koordinator wilayah? Apakah dinas?” ujarnya.
Selama ini, menurutnya, sekolah hanya diminta menjadi penerima manfaat, namun tidak tahu siapa struktur penanggung jawab ketika program tersendat.
Herawati menyampaikan bahwa pihak SPPG menyebut kuota yang sebelumnya disiapkan untuk SMA Negeri 6 telah dialihkan ke sekolah lain karena dianggap “menolak”.
“Padahal yang kami tolak bukan MBG, tapi permintaan data ulang setelah viral. Data kami sudah diserahkan tiga kali. Mengapa harus diulang?” ujarnya.
Ia khawatir publik salah paham apabila kronologi tidak diluruskan.Herawati menegaskan bahwa pihak sekolah menginginkan transparansi, bukan konflik.
“Kami harap pemerintah hadir memberikan kejelasan: alurnya bagaimana, siapa yang memegang kendali, dan bagaimana mekanisme distribusi agar tidak ada kesalahpahaman di kemudian hari,” katanya.
Kisruh distribusi MBG di SMA Negeri 6 Banjarmasin menjadi gambaran persoalan koordinasi dalam program nasional yang seharusnya berdampak langsung pada kesejahteraan siswa. Pihak sekolah telah mengikuti prosedur dengan menyerahkan data berkali-kali, namun distribusi tidak kunjung dilakukan. Alasan yang berubah-ubah, komunikasi yang mandek, serta tidak adanya kejelasan struktur penanggung jawab memicu ketidakpercayaan dan akhirnya menyebabkan sekolah menarik data dari dapur MBG Banjarmasin Barat.
Hingga laporan ini diturunkan, tidak satu pun perwakilan dapur MBG wilayah Banjarmasin Barat—H. Aftah, Leo, Candra, maupun Zen—dapat dihubungi untuk memberikan pernyataan resmi.
Ebi




