Demo Gabungan LSM Sekutu Dengan WRC
Di Krimsus Kalsel
Poto : Peoplenews. Id
Banjarmasin, peoplenews.id – Ketua LSM Sekutu, Ali, menyoroti ketidakadilan dalam penegakan hukum terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan fiktif di Kabupaten Tanah Bumbu yang melibatkan mantan Bupati. Menurutnya, hukum kerap tegas terhadap rakyat kecil, tetapi tumpul saat berhadapan dengan pejabat publik.
Contohnya Saat kasus kecil yang menyapa pelaku usaha umkm yaitu mama khas banjar, apart penegak hukum langsung cepat mengeksekusi, tapi saat kasus-kasus besar yang melibatkan aparat negara atau kepala daerah maka maka aparat hukum atau instansi terkait yang menangani kasus tersebut seakan tutup mata dan tutup telinga
“Fenomena ini menarik. Saat hukum bersentuhan dengan rakyat kecil, prosesnya cepat dan langsung dieksekusi. Tapi ketika menyentuh pejabat, kasusnya seperti dibiarkan menggantung. Padahal jelas, perencanaan dan distribusi uang melibatkan kepala daerah. Namun yang jadi korban justru anak buahnya,” ujar Ali, Rabu (18/9).
Ali menegaskan, apabila aparat penegak hukum tidak menindaklanjuti kasus ini, pihaknya bersama masyarakat Kalimantan Selatan akan melanjutkan laporan ke KPK maupun Mabes Polri di Jakarta. Ia bahkan menyebut adanya dugaan “kongkalikong” antara aparat dengan pihak yang terlibat, sehingga penerima aliran dana dari kasus tersebut hingga kini belum tersentuh hukum.
“Kalau dalam sebulan tidak ada tindak lanjut, kami akan bawa ke Jakarta. Kasus ini jelas tidak normal. Rakyat berhak tahu siapa saja yang menerima uang hasil korupsi itu, agar maling duit rakyat bisa dijebloskan ke penjara,” tegasnya.
Pernyataan Ali diperkuat oleh Handarta, Ketua Watch Relation of Corruption (WRC), yang menyebut hingga saat ini baru tiga orang ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, menurutnya, ada penerima aliran dana lain yang masih bebas, salah satunya anggota DPRD Kalimantan Selatan, Mahendra, yang tetap menjabat aktif.
“Masyarakat Tanah Bumbu sangat resah. Kami meminta Kepolisian dan Kejaksaan segera menetapkan penerima aliran dana sebagai tersangka. Kami juga mendesak PKB agar segera mencabut keanggotaan Mahendra, baik dari partai maupun DPRD,” ungkap Handarta.
Budi, kuasa hukum Sekutu, menilai ketidakjelasan sikap aparat penegak hukum kian meruntuhkan kepercayaan publik. Ia menegaskan, tindak pidana korupsi selalu melibatkan pihak pemberi dan penerima. Namun, menurutnya, yang diproses hukum hanya satu sisi.
“Korupsi itu tidak bisa dipisahkan antara pemberi dan penerima. Jika yang memberi sudah dihukum, penerimanya juga harus ikut diproses. Kami kecewa, karena jawaban pihak kepolisian hanya menunggu keputusan pengadilan. Padahal, dalam dakwaan jelas disebutkan siapa saja penerima dana,” tegas Budi.
Kasus dugaan korupsi tanah fiktif ini memunculkan keresahan di tengah masyarakat. Ali menilai, jika aparat hukum terus menutup mata, maka publik akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum.
“Rakyat kecil saja paham, uang negara digunakan untuk membeli tanah fiktif, di-ACC oleh Bupati, lalu didistribusikan ke orang-orang dekatnya. Kenapa justru penerima dan pejabat yang disebut-sebut terlibat tidak tersentuh? Ini tidak boleh dibiarkan,” pungkas Ali.
Ebi




