LSM Kelompok Tani Bersama
Meraang Poktan UBM
Poto : Peoplenews. Id
Tanjung Redeb, Peoplenews. Id — Sidang ke-15 yang mempertemukan PT Berau Coal (PT BC) dengan Kelompok Tani Usaha Bersama Meraang (Poktan UBM) menjadi penutup rangkaian persidangan yang penuh dinamika. (2/7)
Dalam persidangan terakhir yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Redeb ini, pihak PT BC kembali menghadirkan satu orang saksi.
Namun, keterangan yang disampaikan dinilai tidak objektif dan berubah-ubah, sehingga menuai protes keras dari pihak Poktan UBM.
Kuasa Poktan UBM, Rafik, menyatakan akan membawa permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi, yakni DPR RI dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Langkah ini diambil lantaran pihaknya mencurigai adanya dugaan pemalsuan dokumen oleh PT Berau Coal yang diajukan dalam proses persidangan.
“Jika dugaan ini benar, maka sangat mencederai hukum dan konstitusi kita. Masalah ini bukan hanya soal kerugian masyarakat, tetapi juga menyangkut martabat hukum negara. Jika semua dokumen yang diduga palsu terbukti, maka sudah semestinya izin perusahaan dicabut,” tegas Rafik.
Ia juga menegaskan akan menyerahkan dokumen dan bukti-bukti pendukung kepada instansi terkait guna memastikan seluruh proses berjalan transparan dan akuntabel.
“Jangan sampai Undang-Undang di negeri ini dilecehkan oleh segelintir oligarki. Kami, rakyat kecil, hanya ingin keadilan ditegakkan,” imbuhnya.
Senada dengan Rafik, Yudhi Tubagus Naharuddin selaku anggota tim kuasa hukum Poktan UBM menyatakan pihaknya akan menempuh langkah hukum lanjutan.
“Kami akan melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen ke Kementerian ESDM dan DPR RI, serta ke aparat penegak hukum. Dugaan ini mengarah pada pelanggaran Pasal 263 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023), pelanggaran ini juga diatur dalam Pasal 391,” jelas Yudhi.
Pernyataan lain datang dari Herman Felani, anggota tim kuasa hukum Poktan UBM lainnya, yang mengkritik kesaksian saksi dari pihak PT BC.
Menurutnya, kesaksian tersebut tidak konsisten, bahkan terkesan bertentangan satu sama lain.
“Saksi dari PT BC menyebut lokasi lahan berada di Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), namun juga menyebut singkatan itu merujuk pada Kawasan Budidaya Non-Kehutanan (KBNK).
Selain itu, saat ditanya lebih lanjut, saksi menyatakan tidak mengetahui pembebasan lahan, sementara kuasa hukum PT BC mengklaim lahan tersebut sudah dibebaskan. Ini kontradiktif dan sangat membingungkan,” tegas Herman.
Ia berharap agar Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang berkeadilan dan mengembalikan hak-hak masyarakat yang selama ini merasa dirampas.
“Semoga putusan akhir berpihak kepada masyarakat. Kami telah menghadirkan bukti dan saksi yang sahih, sementara pihak lawan justru menunjukkan banyak kejanggalan,” tandasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Berau Coal belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan dan jalannya persidangan.
Ebi